Senin, 21 Maret 2011

Manfaat Pendidikan Formal

Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak tukang dagang martabak mesir, anak tukang jambret, anak pak tani, anak bisnismen, anak pejabat tinggi negara, dan sebagainya harus bersekolah minimal selama 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.

Mungkin banyak dari kita yang mempertanyakan apakah sebenarnya fungsi pendidikan formal tersebut. Situs organisasi.org ini akan membantu memberikan sedikit jawaban sesuai dengan kondisi yang ada. Kenapa kita harus sekolah dan mengapa semakin tinggi jenjang pendidikan kita maka semakin baik?

Manfaat dan Fungsi Belajar di Sekolah dan di Perguruan Tinggi :

1. Melatih Kemampuan Kemampuan Akademis Anak (Biar Pintar)

Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan masalah, logika, dan lain sebagainya maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan akademis yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya tidak memiliki kemampuan akademis yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang ada di masa depan tidaklah semudah dan seindah saat ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan.

2. Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin

Dengan mengharuskan seorang siswa atau mahasiswa datang dan pulang sesuai dengan aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-menerus akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik.

3. Memperkenalkan Tanggung Jawab

Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.

4. Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan

Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seorang siswa. Tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan bisnis dengan sesama teman di mana di antara sesamanya sudah saling kenal dan percaya. Dengan memiliki teman maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan baik.

5. Sebagai Identitas Diri

Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu sertifikat atau ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akam mendapatkan pekerjaan tersebut.

6. Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas

Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangkan bakat dan minat dalam diri seseorang. Semakin banyak memiliki keahlian dan daya kreativitas maka akan semakin baik pula kualitas seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah sebagai suatu mediator atau perangkat pengembangan diri. Yang mengubah diri seseorang adalah hanyalah orang itu sendiri.

Selasa, 01 Maret 2011

Kuliah Vs SMA

* Guru/Dosen
-SMA-
Guru memberikan segala yang kita butuhkan. Pelajaran dijelaskan secara terperinci sampai kita mengerti (walaupun akhirnya gw gak ngerti2 juga :p). Guru lebih care dan perhatian sama muridnya. Kalo ada yang berisik dimarahin, tidur dilempar spidol, keluar musti ijin dulu, gak bawa buku dihukum, gak ngerjain PR dihukum juga.
-Kuliah-
Dosen ngasih materi seadanya. Kita gak dengerin ya salah sendiri. Kalo mau ke wc/cabut kuliah, cabut aja, gak usah pake ijin. Terserah mau bawa buku ato nggak, mau tidur dikelas, atau gak ngerjain tugas, terserah.
* Materi/Pelajaran



-SMA-
Guru mengarahkan kita harus mempelajari apa, dan materi yang ada dibuku juga disusun dengan kurikulum yang jelas. Gak ada masalah musti belajar apa, karena susunannya jelas (itu juga kalo mau belajar).
-Kuliah-
Dosen ngejelasin dasar-dasar materi hari itu, trus sisanya kita cari sendiri dibuku-buku perpus atau internet tanpa ada yang mengarahkan (kalo mau, minta sendiri arahannya ke dosen). Kalo cuma belajar dasarnya aja, gak cukup buat ujian.
* Suasana kelas
-SMA-
Frekuensi suara-suara seperti “CIIIEEEE…. CIIIEEEEE…” (ngeledek) atau “HUUUUU….” (ngatain) atau “YAAAAH……” (kecewa) masih sangat tinggi. Hampir setiap hari ada suara seperti itu dikelas. Terkadang guru juga ikut meramaikan suasana, membuat kelas semakin riang. Saat keadaan mulai membosankan biasanya anak2 mulai berisik, ada yang tidur, gambar2, atau gangguin cewe sampai dimarahin guru dan tenang lagi.
-Kuliah-
Kelas lebih tenang, paling hanya terdengar suara gumaman pelan anak2 yang dah bosen dengerin dosen (daripada berisik trus dimarahin). Pemandangan orang tidur, ada yang maen laptop, maen hape, atau siswa yang rajin nulis materi yg diomongin dosen adalah pemandangan yang lumrah didunia perkuliahan.
* Kehadiran
-SMA-
Para siswa gak punya kuasa untuk memanipulasi kehadiran. Setiap pagi pak/bu guru mengabsenkan satu persatu anak2 muridnya. Kalo sakit bisa bikin surat ijin sakit (boongan juga bisa suratnya). Ketika sudah hadir disekolah, tak ada kata kembali/cabut kecuali bikin surat ijin ke guru piket atau kalo sekolahmu punya “celah”.
-Kuliah-
Ada sebuah teknik khusus yang sudah dipelajari para mahasiswa yang udah bertapa diBanten bertahun-tahun lamanya. Teknik ini mereka namakan “TITIP ABSEN”. Sekian tentang kehadiran di perkuliahan. (hehehe… gak jelas banget)
* PR/Tugas
-SMA-
PR lebih sedikit dibanding kuliah (paling hanya pelajaran tertentu aja yg banyak). Kalo gak ngerjain, paling dihukum tapi gak ngaruh ke nilai raport.
-Kuliah-
Tugas kuliah ada hampir disetiap mata kuliah dan ada disetiap minggunya. Kalo gak ngerjain yaaa… gak apa-apa. Dosen juga gak akan ngungkit2 lagi. Tapi nilai tugasmu bakal ancur lebur.



* Ujian
-SMA-
Ujian merupakan hal yang formal, menegangkan, penuh persiapan, semua warga sekolah merasakan “aura” ujian yang terjadi. Para siswa dan guru mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Saat ujian selesai hati tak tenang, penuh penantian sampai akhirnya nilai keluar dan ahhhh….nnnnccuurrrr.
-Kuliah-
Gw dapet beberapa istilah dari temen2 gw untuk ujian di dunia perkuliahan. UTS = “Ujian Tak Serius” dan UAS = “Ujian Agak Serius”. Bahkan waktu sehari sebelum UAS gw pernah diajak nonton dan gw menolak, tapi temen gw malah bilang, “UAS mah tiap taun ada, Sal. Tapi kalo film ga tiap taun.” Entah kenapa atmosfer ujian di perkuliahan sangat berbeda dengan SMA.
* Perpustakaan
-SMA-
Perpus adalah tempat terakhir untuk dikunjungi. Kecuali disuruh guru untuk nyari bahan, gw gak pernah keperpus. Paling kalo hari Selasa dan Jumat buat baca “Bola”, itu juga sambil niat liat gebetan (ups… ketauan :p).
-Kuliah-
Tempat kumpul nomor satu saat satu pertanyaan “Mau ngerjain tugas dimana?” ini muncul. Selain tempatnya luas, bisa hotspot, juga paling strategis buat ngumpul kelompok. Beda banget kesan perpustakaan saat SMA dan kuliah.
* Jam istirahat
-SMA-
Waktu istirahat udah fix, gak berubah. Aktifitas yang dilakukan pas istirahat sangat monoton dan berulang. Solat, kekantin, ngobrol2 dibalkon sampe masuk jam pelajaran berikut.
-Kuliah-
Ga ada jam yang tetap kapan istirahat atau kapan kuliah. Selesai kuliah ya udah bubar aja, berhamburan.
* Suasana kantin
-SMA-
Kantin dipenuhi orang2 yang sama setiap harinya. Orang2nya (sebagian besar) dah kita kenal dan gak jarang saling bertegur sapa. Suara gelak tawa, obrolan seru, bahkan teriakan masih bisa terdengar. Ibu kantin bisa akrab dengan kita (malah gw sering ngobrol kalo lagi sepi).
-Kuliah-
Tiap kekantin orangnya beda dan gak gw kenal. Karena orderan terlalu banyak, yang punya warung gak sempet ngobrol sama pembeli, sibuk ngurusin orderan. Cuma terdengar suara gumaman orang pada ngobrol, gak lebih.
* Gaya anak2
-SMA-
Baju putih dengan celana abu2 (ya iyalah!). Buat cowo: rambut panjang dikit, ditegur. Rambut panjang banget, banyak-banyak berdoa aja lah! Pake kaos dalem warna mencolok juga jadi masalah. Terus buat cewe: yang pake baju ketat silahkan masuk ruang BK (Bimbingan Konseling). Pake gelang2, kalung, atau cincin yang hebring juga dinanti diruang BK. Baju keluar-keluar terus pake sepatu/kaos kaki warna pelangi juga bisa jadi masalah.
-Kuliah-
No Rules!! Keep Rocking!! (sok keren banget gw :p) Mau kribo, gimbal, model bon Jovi, celana jeans sobek2, baju warna-warni, pake gelang2, anting, pake sayap atau baju spiderman juga boleh. Terserah.
* Barang2 didalam tas
-SMA-
Buku pelajaran (biasanya lebih dari 5 buku), pulpen, pensil, tipe-X, penghapus, penggaris, minuman, baju olah raga, topi upacara, mukena (cewe), plus barang lain yang optional (bekal makanan (gw banget), handuk kecil, mp3 player/ipod, alas tulis, map, binder/file, dll)
-Kuliah-
binder/file dan pulpen (terkadang plus laptop).
* Ketika mendapat kabar “besok kita libur!”
-SMA-
“YEEEEEAAAA…!!!”
-Kuliah-
“YEEEEEAAAAA…!!!”

Guru dan Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional

Guru dan kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. Sertifikasi tenaga pendidikan dan pengembangan kurikulum yang belakangan ini tengah dilakukan adalah upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui dua aspek di atas.




Dalam tulisan ini, penulis ingin menyoroti peran guru dan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional. Di sini penulis akan memaparkan kondisi yang ada dan perlunya dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Analisis yang dilakukan di sini berdasarkan pengalaman penulis dalam pengajaran dan pengembangan buku pelajaran berbasis kurikulum.

Dicari, Guru yang Profesional

Guru adalah komponen penting dalam pendidikan. Di pundaknya siswa menggantungkan harapan terhadap pelajaran yang diajarkannya. Benci atau sukanya siswa terhadap suatu pelajaran bergantung pada bagaimana guru mengajar. Saya katakan bahwa guru adalah ujung tombak dalam sistem pendidikan. Sebagai ujung tombak, tentu kita sangat berharap kepada peran guru dan kharismanya di hadapan siswa.

Sekarang, mari kita tengok bagaimana peranan guru di kelas. Kita harus berani mengakui bahwa guru berperan besar dalam menjadikan sebuah pelajaran di sekolah sulit dan tidak menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Fakta ini didukung oleh pendapat banyak siswa sekolah yang pernah penulis temui dan pengalaman penulis saat sekolah dulu. Dari pengalaman siswa tersebut, penulis mendapati banyak guru yang tidak punya motivasi dan semangat untuk mengajar di kelas. Entah karena malas atau kurang menguasai materi pelajaran, sering guru tidak hadir di kelas dan kalaupun hadir tidak memberikan pelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia. Sering waktu pelajaran di kelas diisi dengan mencatat ataupun mengerjakan tugas tanpa siswa diberi wawasan secukupnya tentang materi tersebut.

Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa telah membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari materi tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh guru?)
Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga guru akan lebih leluasa mengajarkan materi pelajaran. Tetapi, sikap ini malah menambah kebencian siswa kepada guru sekaligus juga terhadap pelajarannya. Tidak heran ada istilah guru killer untuk menyebut guru yang mempunyai sikap seperti ini, galak, kurang jelas dalam menerangkan materi, dan otoriter. Apakah seperti ini sikap guru yang sesungguhnya?

Wajar saja kalau kegiatan belajar di kelas menjadi kurang menarik dan sulit lha wong gurunya saja tidak pernah memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah ketimbang mengajar. Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari guru? Padahal guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.

Berdasarkan pengalaman penulis, sebenarnya banyak cara, metode, dan sarana yang bisa dijadikan bahan dalam mengajarkan suatu materi sehingga dapat menjadi lebih mudah. Sebagai contoh, ketika mengajarkan materi termodinamika dalam pelajaran fisika (kebetulan penulis berlatar belakang fisika) seorang guru dapat menganalogikan hukum termodinamika I dengan krupuk yang sedang digoreng. Krupuk yang digoreng (diberi panas) akan mengalami perubahan volume (membesar) dan kenaikan suhu. Ini sesuai dengan hukum termodinamika I bahwa Q = ?U + P.?V (panas Q mengakibatkan kenaikan suhu (energi dalam) ?U dan pertambahan volume P.?V). Bukankah cara ini lebih efektif? Dan banyak lagi contoh yang bisa dipakai.

Tidak pantas bagi seorang guru yang membiarkan siswanya tidak mendapat tambahan pengetahuan. Dan, kebanggaan bagi guru yang mampu menanamkan pengetahuan kepada siswanya dan pengetahuan itu bermanfaat bagi kehidupan di masa yang akan datang. Jadi, kepada guru marilah kita perbaiki sikap dan metode pengajaran yang selama ini kita jalankan dalam mengajarkan satu pelajaran. Dengan memperbaiki sikap dan metode pengajaran kita adalah salah satu jalan untuk membuat pelajaran itu lebih disenangi dan mudah bagi siswa.

Kurikulum yang Tidak Membumi

Tidak salah lagi, kurikulum adalah salah satu penyebab suatu pelajaran menjadi sangat sulit dan berat untuk dipelajari dan karenanya kurang disukai siswa. Di sini penulis mengambil contoh pelajaran fisika dan kurikulumnya sebagai studi kasus.

Kurikulum fisika yang ada tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah menengah. Karena menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas dan siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika, biologi, kimia, agama, ekonomi, sejarah dan lain-lain. Jadi, sangat tidak bijak apabila siswa dipaksakan (dijejali) untuk memahami semua materi yang ada di kurikulum.

Materi yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail yang masih perlu dipertanyakan haruskah materi ini diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Perubahan kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika ini karena hanya mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Pelajaran fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah seharusnya dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang menggondol medali emas olimpiade fisika?).

Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum. Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh segelintir siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengalaman penulis untuk menjelaskan satu bagian (misalnya, hukum termodinamika I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum.

Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa.

Menurut pandangan penulis, pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat membantu memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara detil sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum tersebut tanpa siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa kurang berminat mempelajarinya.

Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh ketersedian buku sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di sekolah. Ya, harus diakui bahwa buku pelajaran adalah salah satu elemen penting dalam proses pendidikan di sekolah tak terkecuali dalam pelajaran fisika. Di atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai pengantar memahami pelajaran fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru (kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual. Buku yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah terperangkap dalam bisnis semata dan seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan. Praktik bisnis ini membuat tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang lepas dari pakem dan belenggu kurikulum sehingga buku tersebut bisa lebih membumi dan mudah dipahami.

Salah satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar kelulusan. Pelajaran fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat dieksplorasi menjadi lebih menarik terbentur oleh batasan-batasan standar ujian nasional. Dengan adanya batasan-batasan ini guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya hanya pada materi yang diprediksi akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan oleh pembahasan soal-soal untuk menghadapi UN. Keindahan ilmu dan penerapan fisika serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana menyelesaikan soal UN dengan benar. Tentu saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini tapi apa boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe. (Mau ditaruh di mana muka gue kalo ngga lulus UN!)

Penutup

Dengan argumen yang telah dipaparkan di atas, akankah kita diam saja membiarkan praktik semacam ini berlangsung terus?

Penulis yakin apabila setiap pelajaran baik fisika maupun pelajaran lain bisa diarahkan agar lebih membumi dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mudah untuk memahami suatu pelajaran. Dengan demikian, guru juga lebih mudah untuk mengajarkan materi pelajaran kepada siswa di kelas. Dan, pada saat itu tidak akan ada lagi yang mengeluh saat mengikuti suatu pelajaran di kelas.

tentang penulis : Alumni fisika yang menekuni dunia pendidikan sebagai editor dan penulis lepas. Berminat dalam bidang sains, teknologi, komputer, dan pendidikan. Saat ini sedang mengembangkan pembelajaran fisika secara online melalui situs http://aktifisika.wordpress.com.

Pendidikan Formal

Pada bulan ini saya akan mengumpas apa aja yang ada dan kita dapat dari pendidikan formal itu.! Banyak dari kita yang tidak tahu manfaat apa yang kita dapat setiap pergi ke sekolah.