Senin, 28 Juli 2014

Deontologi dan Utilitarianisme



Etika Deontologi
Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban dan logos berarti ilmu atau teori. Jadi, secara harfia istilah ini semacam ‘teori tentang kewajiban’. Secara umum deontik menunjuk pada apa saja yang bertalian dengan konsep keniscayaan (keharusan) atau dengan kewajiban (tugas). Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik.
Kritik              : Teori deontologi terlalu ideal, terlalu membeda-bedakan mana yang baik atau buruk, dan itu sifatnya niscaya (harus). Teori ini tidak memberikan manfaat atau berguna dalam perilaku atau perbuatan bagi kehidupan sehari-hari yang begitu kompleks. Deontologi benar-benar melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya.
Contoh kritik : Industri rokok mau memajukan bangsa Indonesia dalam bidang olahraga dengan memberikan dana sebanyak-banyaknya, tetapi produknya dapat memberikan dampak buruk bagi orang-orang (menjadi perokok aktif ataupun pasif). Bila hanya dilihat dari teori deontologi, hal buruk ini tidak boleh dilakukan. Namun, jika kita mau memajukan bidang olahraga Indonesia yang kekurangan dana, maka kita harus mengambil dana dari industri rokok tersebut.

Etika Utilitarianisme
            Bertolak dari nama utilitarianisme (berasal dari kata Latin utilis, berguna), utilitarianisme mau menyamakan kebaikan moral dengan manfaat. Kadang-kadang disebut juga sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happiness theory). Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu atau dua orang, melainkan masyarakat sebagai keseluruhan (sebanyak-banyaknya). Sebaliknya, membedakan perbuatan mana yang jahat atau buruk adalah hal yang tak bermanfaat, tak berfaedah, dan merugikan. Karena itu, baik buruknya perilaku dan perbuatan ditetapkan dari segi berguna, berfaedah, dan menguntungkan atau tidak. Dari prinsip ini, tersusunlah teori tujuan perbuatan.
Kritik             : Teori utilitarianisme hanya memfokuskan diri pada hal-hal yang berguna saja, tanpa memberikan pembedaan terhadap baik-buruknya suatu perbuatan. Dalam teori utilitarisme terlalu menggantungkan moralitas perbuatan pada konsekuensi, tidak benar-benar memperhatikan aspek dari moralitas perbuatan itu sendiri.
Contoh Kritik: Ada seseorang yang mencuri barang orang lain. Kita tahu bahwa tindakan mencuri itu salah, tetapi orang yang mencuri itu terpaksa melakukan hal tersebut demi bertahan hidup. Namun, cara yang dilakukan orang yang mencuri itu tetap salah karena kenapa dia tidak melakukan hal lain yang tidak menyebabkan kerugian terhadap orang lain, seperti bekerja atau membuka usaha.


Daftar Pustaka
Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia)
Magnis Suseno, Franz. 1987. Etika Dasar (Yogyakarta: Kanisius)



Dilarang Melakukan Plagiarisme!
-Plagiarism is using others’ ideas and words without clearly acknowledging the source of that information-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar